Rabu, 04 September 2013

[Review] Kimi Wo Shinjiteru


Judul buku : Kimi Wo Shinjiteru
Penulis : Rina Shu
Harga : Rp 45.000
Halaman : 351
Terbit : Februari 2012
Penerbit : DIVA


Blurb :

Ini dia sebuah kisah cinta yang cerdas dan menawan!
Shira, gadis enerjik yang berprofesi sebagai jurnalis musik sangat antipati terhadap pria. Cinta pertamanya, Yuza, meninggalkannya begitu saja, demi seorang perempuan yang lebih sempurna secara fisik dibandingkan Shira yang menderita polio. Hal tersebut meninggalkan luka trauma yang dalam diri Shira.

Namun, tiba-tiba segalanya berubah kala Shira bertemu dengan Reiga. Pria yang menyebut Shira dengan sebutan cewek sushi. Sejak belum saling mengenal, Shira sudah setengah mati membenci pria penyuka musik Jepang ini. Siapa sangka, Reiga menjadi rekan kerja Shira. Sebagai seorang fotografer, Reiga pasti pergi bersama dengan Shira ketika meliput.


Seiring berjalannya waktu, Reiga menyadari bahwa ia jatuh cinta kepada Shira. Ia berusaha melindungi Shira, menginginkan Shira mempercayainya. Namun, si gadis sushi tetap berusaha menutup hatinya untuk cinta. Baginya, cinta hanya ada dalam mimpi ataupun cerita. Namun, tidak dalam dunia nyata. Shira pun bukannya tidak merasakan getar asmara terhadap Reiga. Namun, ia menolak mengakui.
Sikap Shira membuat Reiga lelah. Di tengah ketidakpastian cinta, datanglah tawaran beasiswa bagi Reiga untuk melanjutkan studi ke Jepang. Membuat Reiga ragu, apakah ia harus pergi ke Jepang, meninggalkan Shira, gadis yang dicintainya ataukah tetap di Indonesia, namun menahan rasa sakit dan lelah berharap akan cinta si gadis sushi itu.

Lantas, mampukah Shira menaklukkan traumanya, kemudian menyambut dan mengakui hadirnya cinta Reiga? Dapatkah Shira membuka dan mempercayakan hatinya kepada Reiga?


***

What Cizu think?


Oke, pas awal-awal gue baca sinopsisnya yang terlintas di benak gue adalah temanya klise. Ya, ya, udah lumayan banyak juga novel-novel yang mengangkat tema tentang cewek yang skeptis sama cinta. Tapi, karena novel ini mengandung unsur jejepangan (yes, i love Japan) gue pun jadi tertarik dengan buku ini. Apalagi karakter di dalamnya bukan karakter dengan kondisi fisik sempurna.

Soal karakter, jujur gue malah lebih suka sama karakter Rana ketimbang Shira. Shira terlalu tsundere (sok-sok galak gitu, padahal mah suka) aja sih, kalo menurut gue. Tapi pas ending kan Shira ceritain semua masa lalunya, gue jadi ikut bersimpati sama nasibnya. Cuma, gue sempet bertanya-tanya. Masa sih, alasan Yuza ninggalin Shira semata-mata karena cewek lain. Padahal, setau gue cowok itu kalo udah menjalin hubungan lama dengan seorang cewek ya bakalan setia dan sulit berpaling. Yah, mungkin nggak semuanya begitu kali yaa..

Nah, terus pas Shira bilang dia nggak kenal Laruku. DOENG! Gue langsung teriak dalam ati, "Ya ampun, selama ini tinggal dimana, Mbak?! Gue dari SMP aja udah tau Laruku." Yap, gue syok, seperti mendengar pengakuan anak kecil yang nggak kenal Naruto. Agak nggak masuk akal aja sih, soalnya Shira kan wartawan musik. Harusnya wawasannya luas, dan mempelajari jenis2 musik mancanegara. Apalagi Rana (kalo nggak salah pas awal disebutin kalo di kamar Rana banyak dipajang poster Anime & band Jepang) suka sama Jepang. Masa dia nggak pernah denger sekalipun?! Oia, kok pas di belakang-belakang karakter Rana yang suka anime udah nggak kelihatan lagi?

Soal teknis, gue agak geregetan pas kata "Aishiteru" ditulis "Ashiteru". Gue sampe baca ulang kata itu buat mastiin bahwa huruf i nya memang nggak ada. Padahal cinta dalam bahasa Jepang itu Ai. Jadi nggak ada huruf i di kata itu adalah sesuatu yg cukup fatal buat gue. Dan lagi, sebenernya orang Jepang itu nembak nggak pake "Aishiteru" melainkan pake "Daisuki desu" atau "Suki desu". Nggak percaya? Tonton deh dorama Jepang. 


Terakhir imbuhan mem- masih belom sesuai EYD. Oke, gue emang awam sih. Tapi yang gue tahu imbuhan mem- itu harus dilebur jika huruf awal kata dasar adalah P. Kecuali huruf kedua setelah p adalah konsonan (sebelum nulis ini gue udah cek juga di wiki, lol)

Dari segi penceritaan, udah bagus. Gayanya mengalir. Bahasa yang digunakan juga nggak rumit dan mudah dicerna. Cuma pas adegan Reiga terpesona sama Shira-nya agak berlebihan. Penulisnya coba deh mendeskripsikan kecantikan tanpa menggunakan kata bidadari. :D Pasti lebih alami kesannya. Terus konfliknya, rata-rata udah kebaca sebelumnya. Keinginan untuk segera menyelesaikan buku ini jadi nggak terlalu menggebu-gebu.

Best scene : Surat Rana. Ahaha, itu keren.

Overall, walau klise novel ini tetap masuk rekomendasi karena ada banyak pesan moral yang disampaikan di dalamnya. Terutama untuk para cewek yang belom bisa move on dari mantannya. Hoho.

Buat penulis, selamat atas terbitnya novel perdana ini. :D Ditunggu karya berikutnya.



Rating : 3/5 Bintang.

0 komentar:

Posting Komentar