Selasa, 26 November 2013

[Review] Crying 100 Times


Judul buku : Crying 100 Times (100 Kai Naku Koto)
Penulis : Nakamura Kou
Harga : Rp 49.000,-
Halaman : 256
Terbit : Juni 2013
Penerbit : Haru

Blurb :

“To love, to honor. To cherish, to help. Until death do us apart.”

Waktu itu, 
kami sedang memperbaiki 
sepeda motor tuaku.

Waktu itu, 
ia memintaku untuk menjenguk Book, 
anjing tua kesayanganku yang sekarat.

Dari dulu, 
Book sangat menyukai 
suara mesin motorku.

Waktu itu, 
Aku melamarnya. 

Waktu itu,
aku merasa aku adalah 
pria paling bahagia di dunia.

Aku kira, 
kebahagiaan ini 
tidak akan berakhir. 

Tapi..

***
Komentar Cizu : 

Sepertinya gue memang memiliki sedikit kelainan ya. Karena ternyata gue menyukai novel ini, lebih dari ekspektasi awal gue. Haha.

Semula gue tertarik dengan judul dan sinopsis novel ini, yang gue lihat di halaman web sebuah toko buku online. Cover yang manis dan fakta bahwa ini adalah sebuah novel terjemahan Jepang, membuat gue semakin penasaran dengan novel ini.

Namun tidak sedikitnya penilaian negatif yang gue baca dari review beberapa orang, membuat gue sedikit menurunkan ekpektasi. Terutama karena novel Jepang identik dengan alur cerita yang lambat dan gaya penceritaan yang apa adanya. Cenderung membosankan.

Makanya gue bilang kalo gue pastilah punya kelainan, karena ternyata pendapat gue bertolak belakang dengan review teman-teman yang lain.

Awalnya, gue cukup tersentuh dengan kisah Book, seekor anjing peliharaan Fuuji-kun yang dipungut di depan perpustakaan. Atas saran Yoshimi, pacar Fuuji, Fuuji bertekad untuk pulang ke kampung halaman dan menengok Book yang sedang sekarat dengan menggunakan sepeda motor.

Sejujurnya, adegan memperbaiki sepeda motor yang dijelaskan terlalu mendetail di sini, emang bikin ngantuk. Lalu adegan membersihkan karburator bersama pacar, yang berujung pada sebuah lamaran pernikahan juga tidak bisa dibilang romantis.

Kisah pun berlanjut pada adegan 'latihan' menikah yang dilakukan Fuuji dan Yoshimi. Bersama, keduanya mulai merencanakan banyak hal untuk mempersiapkan pernikahan yang sebenarnya.

Tapi... rencana hanyalah tinggal rencana. Sesuatu yang buruk pun menimpa Yoshimi.

Manusia boleh memiliki rencana, namun yang terjadi selanjutnya adalah kehendak Tuhan. Sepertinya itulah yang hendak disampaikan oleh Nakamura-sensei selaku penulisnya. Bahwa manusia memiliki titik awal dan titik akhir, juga titik-titik yang menjadi simbol sebuah peristiwa. Yang jika titik-titik itu ditarik akan menjadi sebuah garis. Garis kehidupan.

Keinginan yang kuat untuk sembuh dan bagaimana Yoshimi harus berjuang melawan penyakitnya sekaligus efek samping dari pengobatan yang dijalaninya, membuat gue bercucuran air mata selama membaca novel ini.

Bahkan gue sempet berpikir : andai gue ada di posisi Yoshimi, apa gue juga akan berjuang sekeras dia? Atau gue akan berpikir "lebih cepat mati lebih baik"? Lalu, bagaimana jika gue ada di posisi Fuuji? Bagaimana rasanya harus melihat orang yang gue cintai berjuang sendirian?

"Berapa tahun lagi aku akan hidup? Kenapa aku tidak bisa memberikan separuh kepadanya? Kami sudah saling berbagi kesenangan, kesedihan, dan tawa hingga sampai di sini. Tetapi kenapa kami tidak bisa berbagi kesakitan dan kematian?" -hal 209

Pada akhirnya, hal terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha dan menerima. Seberat apapun itu, kita harus mampu melaluinya dan kembali melanjutkan hidup kita.

Novel ini adalah tipe novel realistis. Tidak ada twist ataupun hal-hal ajaib yang muncul. Kata-katanya pun tidak berbunga-bunga. Dan kesederhanaan ceritanya mengingatkan gue pada film "Taiyou no Uta"nya YUI (teteup! x3)

Memang banyak novel yang mengangkat cerita tentang penderita kanker, sehingga tema ini menjadi tema yang biasa. Namun, gue tidak pernah memikirkan penyakit itu begitu serius sebelumnya. Karena itulah, gue benar-benar menyukai novel ini. Haha. Senang rasanya bisa membaca karya Nakamura-sensei. :D (nggak kerasa udah sepanjang ini reviewnya, saking semangatnya menulis x3).

PS :
Crying 100 times, gue rasa judul ini diambil berdasarkan kebiasaan Fuuji-kun yang selalu menangis dan bermabuk-mabukan di malam hari sampai hari ke-100 setelah kepergian Yoshimi-san. :D

Thank's Kak Dinoy atas pinjaman bukunya. :3

Rating : 4/5 Bintang.

Review ini diikutsertakan dalam :
-2013 New Authors Reading Challenge

0 komentar:

Posting Komentar