Minggu, 10 November 2013

[Review] Bestie


Judul buku : BESTIE
Penulis : Maknyes & Kieky
Harga : Rp 44.000,-
Halaman : 151+85
Terbit : Oktober 2013
Penerbit : Grasindo

Sinopsis :

“Haa? Mereka bercerita tentang SAHABATNYA… dari BELAKANG?”
Ivan dan Lintang telah bersahabat sejak SMA. Ivan adalah pemimpin redaksi sebuah majalah. Lintang adalah mantan model yang pernah berjaya di masanya. Karakter mereka yang berbeda telah membuktikan bahwa persahabatan mereka bisa bertahan lebih dari satu dekade.
Mereka tak pernah memiliki masalah yang berarti, apalagi masalah cinta. Hubungan mereka baik-baik saja... kelihatannya. Namun ketika ada pria yang sama memasuki kehidupan mereka, apakah persahabatan mereka bisa bertahan? Dan pertanyaan yang sesungguhnya, apakah Ivan dan Lintang benar-benar bersahabat... Atau sekadar teman asal lewat?

sumber : fb grasindo.
***
Komentar Cizu :

Yihaaa, ini adalah buku buntelan pertama gue dari Bapak Peri Dion. Terima kasih Bapak Peri, besok-besok lagi ya.. :D #eh. Baiklah, sekarang mari melaksanakan tugas. x3 

Kesan pertama gue saat melihat buku ini adalah gue cukup terkesan dengan konsepnya. Unik, meskipun tidak benar-benar baru. Seperti yang terlihat di cover, novel ini terbagi menjadi dua bagian. Masing-masing menggunakan sudut pandang yang berbeda dan dikerjakan oleh penulis yang berbeda juga. Mirip Gagas Duet, hanya dengan pengemasan yang lebih unik. 

Layoutnya lucu >.<
Ada 9 orang yang mengikrarkan diri mereka sebagai sahabat, karena sudah berteman sejak lama. The Guys, yang terdiri dari Angga, Dino, Ibram, dan Rama. Lalu Hilda, Okta, Aga, Ivanka, dan Lintang. Diantara teman-temannya yang lain, hanya tinggal Ivan dan Lintang saja yang belum menikah. Sehingga mereka pun secara otomatis, mengalami persaingan perihal siapa yang akan menikah lebih dulu.

Ivan, memiliki karakter yang sedikit tomboi dan cuek. Sementara Lintang senang menjadi pusat perhatian, sehingga ia merasa harus cantik kapanpun dimanapun. Meski terbagi menjadi dua bagian, namun alur yang diceritakan kurang lebih sama. Hanya dalam versi yang berbeda.

Yang gue sayangkan, ada beberapa ketidakkompakan yang seharusnya bisa diminimalisir. Misalnya, dialog pas adegan yang sama, bisa berbeda. Padahal menurut gue, sebaiknya disamain aja karena kalau beda-beda malah jadi aneh. 

Contohnya :
Sewaktu hendak menghadiri pernikahan Okta, secara tidak sengaja Ivan dan Lintang membeli baju yang sama.

Versi Ivan :
"Lo nggak ada baju lain?" Lintang bertanya panik.
"Maksud lo?"
"Ya, kalo ada baju lain, lo masih bisa ganti."
"Nggak ada!!! Ini gue khusus beli buat Okta!" aku menjawab tak kalah panik. "Lagian lo mikir donk! Gue udah sampe di bawah begini, terus gue harus naik lagi? PR banget!" aku nyerocos.
"Terus masa kita samaan begini? Nanti disangka mau nonton konser! Lo nggak bawa baju lain?"
"Gue bawa sih. Baju berenang!" bentak Lintang. "Lo kira gue mau nginep, bawa-bawa baju segala?" (hal 56)

Versi Lintang :
"Lo nggak bisa ganti baju lain?" aku mengajukan pertanyaan paling masuk akal untuk saat ini.
"Nggak mau ah. Masa gue harus naik lagi? Ribet. Ntar kita telat!" Ivan nggak mau mengalah.
"Ya, masa harus gue yang balik dan ganti baju sih, Vaaan," aku mendengus gemas. (hal 24)

Entah kenapa, feel-nya jadi berasa beda. Lalu mengenai anak Arya.

Versi Ivan :
Helen, anak pertama Arya langsung mengajakku kenalan begitu melihatku. Usianya lima tahun.  (hal 119)

Versi Lintang :
Iya, sekarang Arya berstatus duda anak dua. Tidak tanggung-tanggung, putri pertamanya baru berusia tiga tahun dan putri kedua baru berjalan empat bulan. (hal 19)

Tapi, sepele kok. Untuk orang-orang yang tidak terlalu memerhatikan detail, hal ini tidak akan terlalu kentara. 

Jujur aja, ekspektasi gue sedikit terlalu tinggi karena tadinya gue mengharapkan ada dua orang sahabat yang saling mencerca satu sama lain di belakang. Mungkin dengan karakter utama yang sedikit licik dan jahat, dengan segala macam akal bulus untuk menjatuhkan sahabatnya sendiri tanpa ketahuan. Iya, kayaknya gue kebanyakan nonton sinetron. --a 

Lalu karakter The Guys rasanya tidak berpengaruh apapun dalam cerita sehingga terkesan buat rame-ramean doank. Terus, sifat plin plan yang terjadi baik pada Ivan, Lintang, maupun Arya bikin gue geregetan. Dan setelah baca ceritanya sampai habis, gue merasa drama yang terjadi antara Lintang dan Ivan sama sekali nggak worth it, karena karakter cowok yang menjadi sumber konflik itu 'gitu doank'. Plin plan, tukang flirting sana-sini, pembohong, dsb dsb. Intinya, gue sebel sama cowok model begitu. Haha.

Walau demikian, novel ini cukup menyenangkan dibaca. Dan ada beberapa selipan humor dari Mbak Maknyes, yang menjadikan novel ini menjadi ceria di saat galau sekalipun. Nggak bikin ketawa emang, tapi patut dihargai usahanya. Hehe.

Kurang lebih, novel ini menyiratkan bahwa saling tikung dalam pertemanan sesungguhnya bisa dihindari dengan adanya keterbukaan dan komunikasi antar sahabat. Terlepas dari endingnya yang 'gitu doank', novel ini cukup menarik dan bisa dijadikan cerminan diri kita, tentang bagaimana definisi sahabat yang sebenarnya menurut kita. :)

Rating : 3/5 bintang.

Review ini diikutsertakan dalam :
-2013 Indonesian Romance Reading Challenge

0 komentar:

Posting Komentar